Yang Dikenang
Kebaikannya…
Syekh
Imad Iffat
Tulisan ini saya dedikasikan untuk syekh imad,
syekh revolusi, beliau syahid dalam demonstrasi melawan rezim Husni Mubarak,
pada bulan January 2011.
Beliau salah satu syekh saya di masjid al
Azhar, Alhamdulillah diberikan kesempatan oleh Allah untuk menimba ilmu
langsung dari beliau, walaupun tidak intens karena jadwal talaqqi tidak sinkron
dengan jadwal kuliah, tetapi sungguh berkesan, akhlak dan ilmunya mashaAllah
membuat saya berdecak kagum, Allah yarhamhu. Saya teringat kata kata
salah satu ulama’ he he lupa namanya khuz min adabihi qabla ilmihi, ambil
adabnya sebelum ilmunya, yupz jujur saya kerap memperhatikan gerak gerik
beliau, bagaimana beliau duduk, berbicara, bersikap dengan anaknya, mashaAllah
kata kata seindah akhlaknya, iman memang menentramkan hati yang berada di
sekitarnya, ini salah satu umatmu, bagaimana jika berjumpa engkau ya Rasul?
Allaaaah.
Hmm…yang pernah berjumpa beliau kesan pertama
adalah wajah bersinar, yeah that’s right..saya pernah naik qitor di hay sabi’
dengan Arma dan yuk Mirah (harap mereka tidak marah karena memensyen nama
mereka di tulisan ini) melihat syekh Imad di qitor berdiri, saya pun
mempersilahkan beliau duduk menggantikan tempat duduk, namun beliau menolak
dengan alasan wanita lebih berhak, dan kami pun bertegur sapa, ketika kami
turun, Arma menanyakan siapa beliau? Wajah nya bersinar sekali yuk yo?
Katanya…ooooo ini bukan kalimat pertama saya dengar…masyaAllah Allahumma
nawwir qabrahu, wa nawwir wajhah…pelajarannya syekh Imad sebagai sekertaris
di darul ifta’ pun tidak segan untuk naik kenderaan umum dan berdiri, pangkat
hanyalah ujian, isu isu beredar, beliau bakal di angkat sebagai mufti mesir
menggantikan syekh Ali jum’ah…namun syahid lebih merinduimu syekh.
Berbicara tentang akhlaknya, saya pernah satu
daurah (kaligrafi) bersama beliau di darul ifta’ yang mana trainernya
didatangkan dari Marocco, syekh Bel’id Hamidy, kebetulan tulisan saya cukup
baik, mungkin karena berasal dari Indonesia yang sudah menjadi rahasia umum
dalam hal tulis menulis lebih rapi dari penduduk setempat, syekh Imad tidak
segan bertanya ‘ya binti ma ro’yuki hadza?’ anak ku apa pendapatmu
tentang ini? sambil memperlihatkan tulisan beliau, hmmm…jawabku ragu ragu,
syekh: yeah katakan…saya di sini tolibul ilmi sama sepertimu, kalau tidak
keberatan tolong ajarkan saya, lanjutnya, Allahu Akbar!!! Kemudian saya
jelaskan syekh yang ini kurang miring..yang ini terlalu bla bla bla, kemudian
beliau akan mengulangi dan memperlihatan kembali hasil tulisannya, terus begitu
sampai saya mengatakan na’am, kemudian selalu di akhiri kata kata jazakillah
khair wal jannah…semoga Allah balas dengan kebaikan dan syurga, dan satu
lagi beliau tidak akan meminta saya mengajarkannya sampai submit hasil
tulisanku kepada syekh bil’id, takut menggangggu sepertinya, Allahu Akbar…syekh
mentarbiyah saya tentang tawadu’ setinggi apapun ilmu yang dimiliki,
karena hakikat ilmu adalah yang mendekatkan kita kepadaNya, bukan yang melampoi
hingga memakai pakaianNya, terkadang hanya dengan embel embel lc, MA..telah
membuat kita merasa tinggi, lebih baik, lebih cerdas, lebih hebat, dan lebih
lebih yang lain, Subhanallah.
Ketika peristiwa peledakan bom Israel terhadap
kapal palestina yang membawa pasokan bahan makanan, beliau tiba tiba masuk “natawaqqaf
addirosah ila haddin maa hattaa yatahassan alghozah” pembelajaran kita
hentikan sementara sampai keadaan gaza membaik…kecewa pastinya..skip kuliah
untuk hadir di majelis beliau dan ternyata pun cancel…waktu itu pembelajaran
benar benar dihentikan sampai berbulan dan sampai keadaan gaza benar benar
membaik, logikaku bermain..kenapa pembelajaran harus dihentikan? Bukannya
dengan peristiwa tersebut justru mendorong kita untuk terus belajar?
Sebagaimana termaktub dalam Alquran surat Attaubah, ada yang berjihad dan ada
yang bertafaqquh, bukankah dengan
peristiwa tersebut kita cukup mensupport mereka dengan doa dan materi tanpa
meninggalkan pembelajaran? Pikirku kala itu…sungguh beliau melakukan hal
tersebut karena ingin mentarbiyah kami arti sebuah ukhuwah, bahwa jika saudara
kita ada yang sakit maka kita pun merasakan sakitnya, saudara kita tertimpa
musibah kita pun turut menanggung, Allahu Akbar…Allahummarham syekhiiii ya
Allah. Refleksi…bab ukhuwah tamam, ta’aruf, ta’awun, takaful, tapi sudahkah
mengaplikasikannya dengan nyata atau masih sebatas teori? Benci Zionist tapi
masih tetap mendanai pemboman ke Palestina? Atau di saat teman membutuhkan
bantuan kita, jawaban yang sering kita berikan..afwan ana sibuk, afwan ana lagi
ngerjain assignment..Islamize your life!
Beliau simple, Terkadang beliau memberikan
pertanyaan tentang nahwu, kemudian memberikan hadiah bagi yang bisa menjawab,
hadiahnya simple hanya 25, 50 qirsy, dan yang paling besar seingatku 1 pond,
namun dengan yang hadiah yang tak seberapa itu sungguh membuat bahagia yang
menerimanya, menciumi, diusap usap, tabarruk. Sayang saya belum mendapat
kesempatan itu, he he lemot…catet hadiah tidak mesti besar (he he kalau besar
lagi baik..slank melayu) tapi keikhlasan yang diutamakan, memberikan hadiah
salah satu tanda kalau kita sayang, sudah berapa sering mengaplikasikan nya?

Tolib najib (pelajar sukses) adalah tolib yang menggunakan waktu dengan sebaik baiknya, bukan menghabiskan
nya untuk menonton sesuatu yang tidak ada manfaatnya untuk
agama, katanya ketika
membahas bab infak, otomatis semua menunduk, ada yang senyam senyum, saya sih
bukan sepakbola lovers, tapi sosmed lovers hihihi..tersentil. oh ya waktu itu mesir menjadi tuan rumah dalam pertandingan sepak bola se Afrika, mesir menang
sih. Alhamdulillah. Catet Rasulullah said min husni islamil mar’I tarku mala
ya’ni, meninggal sesuatu yang tidak penting, mampu?
Terakhir…sebelum safar ke Indonesia, saya
sempat menemui beliau di masjid Sulton di Sayyidah Aisyah, pamit dan memohon
do’a sambil memberikan beberapa foto bersama waktu daurah dahulu, sayang foto
foto tersebut tidak bisa saya tampilkan di sini karena laptop rusak, dan tidak
ada back up…seminggu sebelum beliau syahid kami sempat berinterkasi di
facebook, menanyakan kabar dan biasa selalu ada doa di akhir pembicaraan
beliau, sehingga pada tanggal januari, sebelum subuh handphone berdering, Mona
teman talaqqi mengabarkan bahwa syekh Imad syahid..Allahu Akbar..dengan segera
saya membuka berita dan fesbuk..menstalking tulisan tulisan terakhir beliau di
fesbuk…’saya mencium bau syurga di medan tahrir’ tulis beliau, benar beliau
syahid disana, ‘fa’idza qotaltum fa’ahsinu alqatlah’ ini adalah terakhir
tulisan beliau, seandainya mereka yang menembak syekh Imad pernah bertemu,
mengikuti majelis beliau walau sekali, sungguh ia kan jatuh cinta dengan
kedalaman ilmu dan akhlak beliau, ia kan menyesal dengan penyesalan yang
melangit telah melakukan hal itu, benar ilmu ditarik dengan ditariknya ulama’, Allaaaah
selama saya bertalaqqi di al Azhar, beliau satu satunya syekh (menurut saya,
mungkin salah) yang mengajarkan ilmu dengan detail, dari nahwu, fiqh dan usul
fiqh..bukti beliau ta’ammuq dalam segala bidang.
Ramadhan kemarin saya umroh, setiap kali
menyebut nama beliau dalam do’a (bukan bermaksud riya’), air mata selalu tumpah
mengingat kebaikan beliau, setiap kali…dan setiap kali…mungkin syekh tidak
mengingat saya, namun beliau selalu ada di hati, dan di hati temen temen, saya
bersaksi bahwa syekh Imad adalah orang saleh, orang muttaqin, terimalah amal
ibadahnya, masuk kan lah beliau ke dalam Syurgamu bersama para nabi dan rasulmu
ya Allah.
Pelajaran yang paling berharga dari beliau,
terus menebar ilmu dengan ikhlas, tanpa pamrih, tanpa berharap apapun selain
ridho Allah. Dari sini saya berazzam mempunyai halaqah ilmu berkontinyu,
menshare ilmu apa yang didapat, harap keberkahan dan ridho Mu saja Allahummardini
wa waffiq.
IIUM, 8 desember 2014.